Kala itu, kamu berdiri dihadapanku saat rasa mencoba meyakinkan jika kamu yang terbaik. Masih bertanya tentang kepastian, seberapa lama menunggu seberapa jauh melangkah. Kisah ini bertahan dalam badai asmara pada puing-puing rasa kecewa. Aku dan kamu hanya sebuah serpihan dari masa lalu menuju desain masa depan. Lelah sudah pasti, tak mau lelah baik mati. Kiri dan kanan harus seimbang jika buku kiri dimusnahkan sama saja memusnahkan hati setiap pemuda. Bukankah buku lautan keilmuan karena kanan dan kiri harus berjalan seimbang biar tidak sengklek. Jangan menjadikan sebuah buku adalah produk tapi jadikanlah sebuah alat. Alat menuju surgaNya atau alat menuju nerakaNya. Bukan sebuah kekerdilan tapi mencari sebuah titik kebijaksanaan. Menemukan sebuah kebenaran bukan pembenaran. Jangan terprovokasi maupun terkontaminasi karena ini hanya sebuah opini. Bisa disanggah ataupun disetujui.
Tanganku masih menggenggam tanganmu dengan pandangan sendu aku tidak berjanji tapi akan kupastikan menemani setiap langkah kecilmu setiap harinya. Hujan masih setia menemani kisah kita. Gemerciknya membisikan dari genangan menjadi kenangan. Akan merasa rindu saat-saat indah bersamamu. Merefleksikan hasratku dan hasratmu menjadi sebuah inspirasi membuahkan solusi dan bertahap pada titik eksekusi.
"Temani aku", pintamu dengan mata yang berkaca-kaca. "Enggak perlu kamu minta", jawabku lirih selirih angin menemani suasana selepas hujan. Dan aku tak mampu menjawab apa-apa kecuali menggenggam erat pegang kuat jari-jemarinya. Dan kaupun membalas dengan pelukan erat semakin erat seakan tak rela melepaskan. Sebelum akhirnya kita meninggalkan peraduan menyisakan kenangan.Hujan kala itu.
#BelajarNulis
#Pena_Senja23
#BelajarNulis
#Pena_Senja23