KESENDIRIAN MENYADARKAN SAHABAT SEJATI ADALAH TUHAN
Terlahir ke dunia dalam keadaan sendiri. Beranjak sekolah baru mempunyai sahabat sepermainan. Hingga akhirnya ada rasa sebuah kecocokan. Saat masa tua datang mulai kembali seperti saat pertama hadir di dunia ini. Lihatlah kakek, nenek dan mereka yang sudah jompo. Mungkin dulunya mereka adalah anak gaul yang banyak temannya. Tapi sekarang saat usia menua menyadarkan kalau tuhan adalah sahabat sejati. Sahabat yang akan menemani sampai mati.
Manusia hidup harus mempunyai sahabat, seperti oksigen dan air yang merupakan sumber utama kehidupan. Persahabatan bukan hanya sebatas hubungan di dunia. Tapi akan menentukan posisi kita di akhirat, hanya orang-orang bertakwa yang akan bersahabat sampai akhirat. Begitu pentingnya seorang sahabat. Seandainya orang-orang tahu bahaya sendirian sebagaimana aku mengetahuinya niscaya mereka enggan pergi sendirian malam-malam. (H.R. Al-Bukhari). Jika ingin mencari sahabat, ujilah dia dengan membuatnya marah. Jika dia tidak sabar dengan sikapmu itu, jauhilah ia.(Ali Bin Abi Thalib). Ali Bin Abi Thalib pernah ditanya Berapakah jumlah sahabatmu, wahai Ali?. Beliau menjawab,nanti akan aku hitung ketika aku dalam kesulitan. Sebaik-baik sahabat adalah mereka yang mendekatkan kita kepada Sang Maha Esa. Tidak hanya baiknya saja, mereka juga datang saat kesulitan dengan tulus membantu.
Sahabat sangat penting, bahkan dia bukan keluarga tapi begitu dekat. Dia yang selalu menjadi tempat menepi, saat gelisah datang. Perkataannya mungkin menyakitkan saat khilafku datang, tapi sadar atau tidak itu semua untuk menuju perbaikan. Pernah tidak kita bertanya siapa sahabat sejati saat dalam kesendirian. Percaya atau tidak semakin diri ini menua pasti akan semakin hidup mandiri. Analoginya ketika baru lahir senang rasanya karena kehadiran ini sudah dinantikan ayah dan ibu beserta keluarga lainnya. Sampai beranjak sekolah masih senang dan banyak sahabat dari sekolahan maupun sahabat sepermainan. Ketika beranjak dewasa menuntut untuk hidup mandiri tidak mungkin selamanya meyusahkan ayah dan ibu. Hingga akhirnya merantau mencari jati diri dan bertahan hidup dengan sebuah kemandirian. Awal menjadi dewasa kebutuhan semakin berbicara bukan hanya sahabat dalam senda gurau saja, tapi juga membutuhkan sahabat yang rela menerima kekurangan atas nama cinta. Seiring berjalannya waktu telah berhasil membuat sebuah keluarga kecil baru. Dan waktu juga berhasil memisahkan antara anak dan ayah, antara suami dan istri. Ketika di ujung senja, barulah menyadari bahwa sahabat sejati adalah Sang Maha Kuasa. Dunia seisinya termasuk manusia di dalamnya adalah bonus.
Apabila sudah mengenal siapa diri ini maka kita akan mengenal sang Maha Pencipta. Dalam muhasabah mengakui semua kesalahan tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Menyadari kewajiban sebagai mahluk dengan rasa syukur. Bukan hanya mengeluh setiap keadaan sehingga kufur nikmat. Semua yang terjadi dari sejak kecil sampai tiba saatnya sang maha kuasa memanggil itu hanya sebuah perjalanan untuk menyadarkan bahwa tempat kembali adalah kepada Sang Maha Esa. Semoga tulisan ini menyadarkan kita untuk senantiasa bersyukur oleh anugerahya apapun kondisinya baik mempunyai banyak sahabat ataupun sendiri. Semoga kesendirian ini semakin mendekatkan kepada Sang Maha Pencipta.