Salam sejahtera teruntuk kalian yang sudah melewati pertanyaan-pertanyaan horor di masa lebaran kemarin. Seperti kapan nikah? ataupun masih banyak kapan-kapan yang lainnya. Saya hanya mau bilang tenang kamu gak sendirian, coba keluar dan menuju stasiun Commuterline terdekat niscaya akan banyak orang yang kamu temui. Jika kamu punya masalah ya itu masalah kamu bukan masalah saya. Saya aja banyak masalah, he, bercanda. Ya, menikah secara garis besar merupakan ikatan lahir batin antara pria dan wanita. Di dalamnya terdapat kasih sayang, saling menerima kelebihan dan kekurangan dua insan serta dengan harapan semoga menjadi keluarga yang mencapai ketenangan lahir batin. Ada beberapa pertanyaan yang sedikitnya mengganggu tidur saya belum lama ini.
Apakah menikah membuka pintu rezeki?
Sebelum jauh membahas pintu alangkah lebih baiknya membahas kuncinya dulu, benar tidak guys. Ya, karena serasa percuma di dalam rumah dengan pintu yang di dalamnya terdapat emas 5 kilogram tapi tidak mempunyai sebuah kunci. Ini hanya sebuah analogi setuju atau tidaknya saya tidak peduli. Bisa jadi menikah itu salah kunci untuk membuka pintu rezeki. Setelah sudah bisa membuka pintunya balik lagi kepada dua sosok insan yang akan mengelola rezeki tersebut, apakah akan menjadi bermanfaat dengan kadar ukuran panjang sepanjang 5 kilometer atau hanya sekejap saja. Jadi jiwa kolektifitas antara dua orang inilah yang akan menentukan rezeki tersebut. Alangkah lebih baiknya sebelum menikah sesekali ketika kencan bicarakan soal uang, walaupun mungkin dirasa tabu. Ketika tidak punya penghasilan bagaimana, ketika dua-duanya atau salah satunya saja mempunyai penghasilan bagaimana. Saya rasa hal-hal tersebut perlu untuk didiskusikan dengan calon suami/istri kita nantinya. Menikah 70% isinya ngobrol. Ngobrol soal keuangan, pendidikan, mendidik anak atau pun hal-hal random lainnya. Selain itu ya minimal kita bisa menemukan persamaan-persamaan sederhana pada pasangan kita nantinya. Karena mencari pasangan itu bukan yang cakep, tajir tapi yang cocok tapi kalau paket komplit sih ya boleh juga lah. Indikatornya cocok misal sama-sama suka nulis tidak, kalau kamu ketawa dia ketawa tidak hal-hal sederhana seperti itu. Fisik, harta, tahta semuanya akan berubah.
Kenapa masih banyak perceraian karena ekonomi?
Menurut data Badan Peradilan Agama di Indonesia 2021 penyebab perceraian pertama karena perselisihan dan pertengkaran berkelanjutan (tidak harmonis), yakni sebanyak 279.205 kasus. Kemudian, kasus perceraian yang dilatarbelakangi dengan alasan ekonomi sebanyak 113.343 kasus. Sebanyak 42.387 kasus perceraian terjadi karena ada salah satu pihak yang meninggalkan. Posisi kedua tertinggi. Perceraian merupakan sebuah dinamika kehidupan berpasang-pasangan. Perceraian ada karena adanya pernikahan. Faktor ekonomi adalah masalah nafkah keluarga. Ada suami yang tidak bertanggung jawab dan tidak mau bekerja keras kebutuhan keluarganya. Sementara posisi dia sudah menjadi seorang suami yang di belakangnya sudah diserahkan seorang istri dan beberapa tanggung jawab yang harus dipikulnya. Ada juga suami yang bertanggung jawab dan bekerja keras hanya saja istrinya bergaya hidup mewah. Sang istri pun terus menuntut suami untuk dibelikan mobil pajero, sawah 5 hektar, kontrakan 3 lantai hingga nafkah yang diberikannya pun merasa tidak cukup. Inilah salah satu penyebab perceraian karena masalah ekonomi yaitu kurangnya rasa syukur terhadap bahtera rumah tangga yang diarunginya. Rumit euy,
Setiap keputusan apalagi perceraian akan menimbulkan dampak baik bagi suami istri maupun terhadap anak-anaknya nanti. Anak merupakan korban yang terluka tapi tak berdarah. Lagi pula rezeki itu luas bukan hanya berbicara terkait uang saja, ya walaupun ini salah satunya. Mental yang sehat, badan yang sehat, keluarga yang penyayang, udara yang bersih, lingkungan yang bersih, kolega yang suportif.