Lamunan pun tersentak oleh bunyi kriuk perut Saehun yang sedari tadi setia menunggu sang ibu memasak nasi. “Bu apakah sudah matang nasinya?”
Kata-kata itu seperti pisau belati menusuk ulu hati. Kebahagiaan seorang ibu terletak pada bahagianya anak-anak. Orang tua akan melakukan apapun demi melihat si buah hati tersenyum. Begitu pun sebaliknya seorang anak akan berusaha membahagiakan ibunya yang kini sudah merasa sepi sejak ayah pergi meninggalkannya.
Bagi mereka, kebahagiaan adalah kebersamaan. Mereka bisa saling melempar tawa. Menahan rasa lapar demi satu saudara tidak ikut lapar. Menjaga bahagia agar tak pergi lari demi si buah hati.
Di antara kepiluan dengan beribu kepiluan kisah seorang manusia. Di suatu Kota Banjarnegara, tampak seorang ibu yang menjadi tulang punggung keluarga setelah ditingal pergi ke alam baka oleh sang suami tercinta. Dia seorang perempuan yang kuat memiliki semangat dan visioner. Perempuan itu bernama Ibu Yatimah. Kesabarannya mampu mengalahkan kesabaran Putri Purbasari dalam cerita rakyat Lutung Kasarung.
Bu Yatimah mempunyai 5 orang anak. Anak pertama dan kedua perempuan sedangkan anak ketiga dan keempat laki-laki, serta yang terakhir juga seorang laki-laki yang lucu dan lugu. Namun di balik keluguanya dia telah menjadi yatim sejak umur 6 bulan.
Rohim kecil sudah sering ditinggal oleh sang ayah tercinta sejak dalam kandungan. Manistar mengalami kecelakaan kerja kala itu, ia terjatuh hingga menyebabkan engsel kanannya tidak sempurna. Semua yang dilakukan adalah untuk sang pujaan hati dan si buah hati. Punggung seorang ayah kuat memikul beban beberapa ton karena keringanan yang ia rasakan adalah tersenyumnya keluarga kecil.
Nasib terus berlalu terasa begitu menyakitkan. Sunyi yang melekat menyisakan nelangsa. Air mata memancarkan kehampaan dan ketakutan. Kesepian adalah keadaan yang selalu setia menemani. Hari ini dan nanti.
Pengkerdilan perempuan bisa menjadi tulang punggung keluarga sudah ada sejak dahulu kala. Laki-laki adalah mahluk yang kuat sedangkan perempuan dianggap sebaliknya. Tugas di dapur, sumur dan kasur masih melekat sampai sekarang. Perempuan tidak usah mengeyam pendidikan tinggi-tinggi toh, jika akhirnya kembali ke dapur, sumur dan kasur. Mereka lupa bahwa generasi penerus tercipta lewat mahluk mulia yang bernama perempuan. Bahkan menurut penerlitian hampir 80% kecerdasan seoerang anak berasal dari sang ibu.
Yatimah melanjutkan memasak nasi setelah melihat asap keluar beramai-ramai pertanda, nasi yang dimasaknya sudah matang.
“Sabar ya nak, ini nasinya sudah matang. Sebentar lagi kita makan bersama,” ujar Yatimah sambil mengangkat nasi yang berada dalam kukusan.
“Iya bu Saehun sudah lapar nih,” sambil mengambil nasi dari ibunya yang sedang diaduk melalui perpaduan centhong dan ilir untuk mendinginan nasi biar tambah pulen.
“Ayo le, bantuin ibu ke ruang tamu. Bawa piring dan sayur kacangnya ke sana biar makan bersama kakak dan adikmu”
“Baik bu,” Saehun sambil membawa piring ke ruang tamu.
Tak terasa ya sebentar lagi mau lebaran. Sambil menatap anak-anak makan.
Memang yang namanya waktu itu cepat banget, sepertinya baru kemarin masih sama bapak. Sekarang bapak sudah tidak ada. Heehe.. Sedih ya, sedih karena sesuatu yang dulu selalu ada. Selalu bisa kita lihat pakai mata. Selalu bisa kita rasakan pakai hati. Tiba-tiba tak ada begitu saja yang suka suka membuat kita bertanya. Memangnya cerita yang pernah ada bisa langsung hangus begitu saja?
Ndok... Le... pernah kangen bapak? tanyaku dalam hati.
Tiba-tiba aku kangen sama bapak. Apakah bapak kangen sama ibu di surga sana? Apakah bapak masih ingat saat pertama kali menikah dan tinggal di rumah beserta tempatnya numpang sampai saat ini di tempatnya Pak Ari?
Pak, apa kabar pak?
Apakah bapak kangen sama anak-anak?
Sekarang si bungsu sudah lahir pak. Dia namanya Rohim jagoan kecil kita. Heehe...
Aku marah, marah, karena pertanyaan-pertanyaan ini tidak ada jawabannya. Iya, ibu lagi marah sendirian. Marah karena ya kenapa hanya ibu yang berbicara seperti ini?
Apakah perasaan ibu terlalu besar untuk bapak yang telah tiada? Dulu kita berjanji sehidup semati untuk terus bersama. Tapi kenapa bapak pergi duluan? Dulu ibu selalu cerita apapun kepada bapak sepulang kerja. Layaknya seperti kolom chat yang selalu ramai dengan notifikasi dan sekarang kolom chat itu sepi. Mungkin sudah dihapus. Belum lagi kita sama-sama sholat sunah sebelum tidur dan aneh sekali jika tidak dilakukan. Sekarang hal aneh tersebut harus dibiasakan tidak ada. Ya, karena tidak ada yang bisa dilakukan ibu sama anak-anak selain berdoa ke Yang Maha Pasti semoga bapak baik-baik disana. Bapak sekarang sedang apa ya? Bapak sekarang sudah makan belum ya? Bapak berbahagiakah disana? Apa karena bapak terlalu istimewa bagi ibu? Apa karena yang ibu cari semuanya ada di bapak? Baik-baik ya pak disana. Bulir bening menghiasi binar matanya dan terus menerus berjatuhan.
Yatimah melakukan salam pada tahiyat akhir solat. Pikiran Yatimah belum seutuhnya menyatu, matanya seakan dibanjiri oleh air mata kerinduan pada sang suami. Namun, yatimah harus tetap mengikhlaskan bahwa semua hanya titipan. Yatimah sadar bahwa Manistar dan rumah yang ditinggalinya kini hanya titipan yang suatu saat nanti akan diambil alih oleh pemiliknya. Konsep Sang ilahi dari-Nya akan kembali kepada-Nya.
Tidak ada komentar