Judul buku : Sejumput Kisah Pria PayahPengarang : Jojon P.Penerbit : Pustakaki PressTahun terbit beserta cetakannya : Cetakan I, Oktober 2022Halaman buku : 104 Halaman
Buku kumpulan cerpen ini terdiri dari 10 bagian cerpen, antara lain Kadir, Abidin si pencuri ayam dari sapengki, seseorang yang wajahnya muram di terminal, kehilangan Rusdi, kucing yang hanyut di hari libur, penjaga palang pintu rel kereta api, seorang lelaki yang tidak mengunci pintu, di gerbong kereta, dan melihat ledakan.
Bagian pertama bercerita tentang Kadir. Ia adalah seorang pak ogah yang berada di Desa Pelakan lokasinya diantara dua kecamatan yaitu Kecamatan Tegalwaru dan Kecamatan Pangkalan. Kadir mempunyai seorang istri bernama Darmi. Mereka baru menikah selama tujuh bulan. Istri Kadir adalah seorang santriwati. Dulunya Kadir dan Darmi berada dalam satu pondok. Selain itu yang membuat Darmi mantap menikah dengan Kadir adalah bisa membaca kitab gundul.
Desa Pelakan, desa Kadir tinggal sedang ada pembangunan proyek pabrik semen. Salah seorang pemuda yang baru pulang dari luar kota menolak adanya proyek pembangunan adanya pabrik semen. Selain administrasi yang bermasalah para petani setempat juga enggan menjual tanahnya. Namun berbeda dengan Kepala Desa Pelakan sendiri yang memihak kepada proyek pembangunan pabrik semen. Pak Kades tak kehilangan akal bisnisnya dengan menaikan harga tanah warga sehingga warga yang tadinya enggan menjual pun luluh dengan timbunan rupiah.
Akhirnya terjadi unjuk rasa bagi warga yang tidak setuju tanahnya untuk dijual. Karena bagi mereka menjual tanah adalah menjual masa depan kepada kaum kapitalis. Demo berakhir dengan gas air mata sebagai senjata polisi untuk mengusir para demonstrasi. Bukan hanya para warga yang berdemo bubar, mereka ada yang sesak napas. Sampai akhirnya Darmi istri Kadir dibawa ke medis akibat gas air mata ini. Bukan hanya itu saja para kaum kapitalis juga menyewa preman agar warga mau menyerahkan tanahnya. Intimidasi demi intimidasi pun berlangsung. Darmi mengalami sakit sesak napas dan nyeri dibagian dada yang mengakibatkan istri Kadir ini tidak bisa bicara. Kadir selaku kepala rumah tangga sebagai pak ogah yang setiap harinya mendapat tiga nasi bungkus Bu Mari. Tak ada pilihan lain menjual tanahnya untuk pengobatan isrti tercinta. Beberpa tahun berlalu pabrik semen mulai beroperasi tapi Kadir masih saja setia menjadi pak ogah.
Kesejahteraan tidak berbading lurus walaupun tinggal di dekat pabrik yang notabene membutuhkan karyawan banyak. Tanah dijual, pabrik berdiri tapi tetap saja warga sekitar miskin karena miskin itu bukan takdir tapi miskin yang dimiskinkan oleh sistem.
Bersambung
***
Tidak ada komentar