Empat dekade lebih telah berlalu, namun luka itu belum sembuh. Keadilan belum ditegakkan, kebenaran masih dibungkam, pelaku masih berkeliaran dengan wajah tanpa rasa bersalah. Inilah ironi demokrasi kita: korban ditinggalkan, pelaku dilupakan, sejarah dipelintir. Maka, di sinilah kita berdiri, untuk menegaskan: bangsa yang melupakan tragedinya adalah bangsa yang membuka jalan bagi pengulangan kekejaman. Seruan kita sederhana tapi tegas negara harus meminta maaf, mengakui, dan mengadili. Karena Tanjung Priok bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan alarm moral yang mengingatkan kita semua: keadilan yang ditunda adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.
Orasi 41 tahun Tradei Tanjung Priok
Kawan-kawan, hari ini kita berdiri di atas tanah sejarah yang masih berlumur darah dan air mata. Empat puluh satu tahun lalu, di Tanjung Priok, peluru bukan hanya menembus tubuh rakyat, tapi juga merobek hati bangsa ini. Negara yang seharusnya melindungi justru mengarahkan moncong senjata pada warganya sendiri. Mereka yang bersuara, yang menuntut hak, yang menegakkan keyakinan dibungkam dengan kekerasan, ditumbangkan dengan represif, dan dikubur dalam narasi resmi yang penuh dusta. Tragedi itu bukan sekadar peristiwa kelam, tetapi bukti betapa kekuasaan yang tak terkontrol bisa berubah menjadi mesin pembantai.
Tidak ada komentar