Kawan-kawan,
Hari ini kita berdiri bukan sekadar mengingat, tapi menagih janji yang selalu
ditunda. Tragedi Semanggi bukan hanya catatan kelam di buku sejarah, melainkan
luka yang belum pernah benar-benar disembuhkan. Pada 1998 dan 1999, mahasiswa,
rakyat, anak-anak bangsa turun ke jalan dengan satu tekad: melawan tirani,
melawan kesewenang-wenangan. Tapi apa balasannya? Peluru tajam, darah yang
tumpah, nyawa yang dipetik dengan paksa.
Kawan-kawan,
Kita selalu ditanya: “Mengapa masih ribut soal masa lalu?” Jawaban kita
sederhana: karena luka tidak akan kering kalau keadilan tidak hadir. Semanggi
bukan sekadar tragedi, ia adalah simbol pengkhianatan negara terhadap warganya.
Nyawa-nyawa itu bukan angka, bukan statistik mereka adalah mahasiswa, rakyat,
pejuang masa depan yang dipaksa bungkam.
Kawan-kawan,
Keadilan jangan hanya jadi jargon, jangan hanya jadi poster di ruang sidang.
Kita menolak lupa, karena melupakan berarti membiarkan kejahatan diulang. Kita
menolak diam, karena diam berarti bersekongkol dengan penindas. Semanggi adalah
panggilan moral: bahwa demokrasi yang kita hirup hari ini lahir dari
pengorbanan mereka. Dan bila hari ini kita masih menemukan represi, masih
menemukan kekerasan aparat, maka kita tahu: perjuangan belum selesai.
Kawan-kawan,
Mari kita jaga nyala ini. Mari kita terus bersuara, bukan hanya demi mereka
yang gugur, tapi demi kita semua agar generasi berikutnya tidak lagi mewarisi
darah dan air mata, melainkan keadilan yang benar-benar hidup.
Hidup korban!
Jangan diam!
Lawan, lawan impunitas!
Tidak ada komentar