Judul: Allah Tidak Cerewet Seperti Kita (Islam Itu Mudah, Jangan Dipersulit). Penulis: Emha Ainun Nadjib. Penerbit: Noura Books. Tahun: 2019. Halaman: 238
Kisah pengalaman Cak Nun yang menjadi makmum Sang Kiai yang menggaruk-garuk badannya dan entah sudah berapa kali tangan Kiai itu bergerak-gerak, sehingga menjadi terganggu kekhusyukan shalatnya. Tak disangka setelah salam, Sang Kiai membalikan badan dan menatap Cak Nun dengan tajam, sambil berucap dalam bahasa Jawa, “Gusti Allah iku ora cerewet koyo kowe.” (Gusti Allah itu tidak cerewet seperti kamu).
Inilah yang menjadi inspirasi judul buku ini. Dari kisah tersebut setidaknya ada dua pesan penting yang dapat ditangkap. Pertama, Sang Kiai ingin mengingatkan bahwa Allah tidak mempersulit hamba-Nya. Dia Maha Pengasih, Maha Penyayang dan rahmat-Nya mendahului amarah-Nya. Manusia membuat citra Allah menjadi “kejam”, seolah selalu siap menghukum hamba-Nya sekecil apapun kesalahannya. Padahal salah satu Hadis Qudsi yang sangat populer, Allah menyampaikan, “Jika hamba-Ku datang mendekat kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekat kepadanya dengan berlari.”
Kedua, perkataan Sang Kiai mengingatkan kita agar jangan suka mengurusi ibadah orang lain. Karena, kita akan menghadap Allah membawa urusan kita masing-masing. Dalam buku ini juga memilih tema-tema ceramah Cak Nun dengan hakikat ajaran Islam yang luwes dan tidak menyulitkan.
Buku ini memulai dengan membuka mindset para pembaca bahwa di dunia ini tidak ada potensi negatif kecuali kita salah mengelola energi itu. Pada halaman 22, “Jangan mau putus asa Ihdinash shirathal mustaqim, Tuhan hanya mengajarkan itu. Tuhan tidak mengajarkan sukses, Tuhan tidak mengajarkan berhasil. Yang Tuhan ajarkan hanya satu berjalan di jalan yang benar, dengan tujuan yang benar, dan jalan yang benar. Jalan terus.
Pada kutipan di halaman 22 tersebut untuk mengajak para pembaca menjadi insan kamil. Manusia dewasa. Harus bisa ikhlas melakukan sesuatu yang tidak disukai Karena bisa jadi apa yang tidak disukai itu lebih baik. Maka disituah letak kemuliaanya. Jalani saja hidup ini.
Materialisme tidak harus ditolak. Akan tetapi tempatkanlah ia sebagaimana perannya sebagai ampas cahaya.Tidak bisa mengubah peran materi, tapi setidaknya tidak menjadi budaknya. Sebagai manusia layak berdaulat untuk mengelola batas-batas hubungan dengan materialsme. Lakukanlah ihsan, kebaikan yang dilakukan meski tidak disuruh.
Pada buku ini banyak sekali pesan-pesan kebijaksanaan yang disampaikan oleh Cak Nun. Bahwa kebenaran itu begitu luas. Ada benarnya sendiri, benarnya orang banyak atau benar yang sejati dari Tuhan. Oleh karena itu output kebenaran jangan kebenaran. Output-nya kebijaksanaan dan keseimbangan bersama. Penulis sangat merekomendasikan buku ini karena keuniversalan dan keluwesannya.
Penulis: Fahrullah
Tidak ada komentar