Judul: Bangkitlah Gerakan Mahasiswa. Penulis: Eko Prasetyo. Penerbit: Intrans Publishing, Jawa Timur. Halaman 219. Terbit: Mei, 2015.
Buku ini didedikasikan untuk seluruh aktivis mahasiswa yang memilih menjadi martir dan memutuskan untuk tetap melawan. Idza qallal ma'ruf sharamunkaran waidza sya'al munkaru shara ma'rufan (apabila ma'ruf telah kurang diamalkan maka dia menjadi munkar dan apabila munkar telah tersebar maka dia menjadi ma'ruf).
Kami datang. Kami datang dari seluruh penjuru setiap penghalang revolusi kami terjang, kami terjang. (Nora, Kami datang).
Inilah buku yang tidak berisi teori dan deskripsi. Lebih mirip risalah provokasi. Dibuat bukan untuk sekedar dibaca. Disusun dengan maksud untuk menggerakan. Maka buku ini disarankan untuk tidak dibaca jika ingin dimengerti saja. Tak perlu membawa-bawa buku ini kalau hanya jadi bahan diskusi, hanya satu tujuan buku ini: menghasut dan meyakinkan.
Sudahi semua kekhawatiran dan kesangsian atas gerakan mahasiswa, hanya mereka yang sanggup membawa bangsa ini menemukan harapannya. Bukti sejarah telah meyakinkan pada kita, semua penguasa jatuh di negeri ini oleh tekanan mahasiswa. Kini saatnya gerakan mahasiswa bangkit kembali. Menyuarakan apa yang selama ini hanya jadi keresahan dan keluhan.
Tuntut kedaulatan yang telah lama hilang. Rebut kekuasaan dari kumpulan para penakut. Satukan kembali kekuatan mahasiswa sebagai pendobrak kemapanan dan penghancur tirani. Kelak sejarah akan menulis: gerakan mahasiswa kembali merobohkan kekuasaan yang mengkhianati rakyatnya.
Pada buku ini terdapat 12 bagian: Gerakan Mahasiswa: Dimana Kau Berada Hari Ini?, Tirani Kampus Kita!, Siapakah Dirimu Mahasiswa?, Kuliah, Musuh-Musuh Gerakan, Mari Kita Rebut Keberanian, Bung Karno & Gerakan Mahasiswa, Matikah Gerakan Mahasiswa?, Kekaisaran Modal, Lawan Utama Gerakan Mahasiswa, Surat Untuk Para Pengkhianat, Propaganda Fasis, Lumpuhkan Gerakan Mahasiswa, dan Membangkitkan Gerakan Mahasiswa.
Pada bab awal buku ini langsung menggebrak dengan pesan untuk mahasiswa, "Kau ingin jadi apa? Pengacara, untuk mempertahankan hukum kaum kaya, yang secara inheren tidak adil? Dokter, untuk menjaga kesehatan kaum kaya, dan menganjurkan makanan yang sehat, udara yang baik, dan waktu istirahat kepada mereka yang memangsa kaum miskin? Arsitek, untuk membangun rumah nyaman untuk tuan tanah? Lihatlah di sekelilingmu dan periksa hati nuranimu. Apa kau tak mengerti bahwa tugasmu adalah sangat berbeda: untuk bersekutu dengan kaum tertindas, dan bekerja untuk menghancurkan sistem yang kejam ini?" (Victor Serge, Bolshevik).
Pesan tersebut merupakan sebuah kontemplasi mahsiswa ingin jadi apa. Di sisi lain saksi bisu bahwa jalanan, pernah terekam jejak banyak kaki-kaki anak muda yang menyimpan amarah dan protes terutama pada kekuasaan yang mengabaikan keadilan. Sekali lagi coba renungi pesan tersebut untuk kalian para mahasiswa. Kuliah. Deretan mahasiswa duduk rapih tanpa bantahan. Potongan mereka hampir mirip. Tertempel di tembok yang di atasnya barisan foto para guru besar, padat gelar dengan muka lukisan yang dibuat berwibawa. Menjatuhkan pandangan pada kelas seperti sebuah titah: diamlah maka kau akan didapat pengetahuan.Seakan pengetahuan itu bisa menjelma dalam ruang yang sunyi. Tak berisik dan tak bergerak.
Kampus bagi saya tetaplah sebuah tempat yang membuka banyak kesempatan sekaligus sangkar untuk meledakan banyak pertanyaan. Tak hanya pertanyaan tapi juga pemberontakan. Itu sebabnya kampus tetap punya peran untuk mencipta identitas sebagai intelektual. Kuliah bagi saya tetaplah harus membuka kemungkinan, membuat lebih berani, untuk mencoba, berpetualang, dan berhadap-hadapan dengan kenyataan sepahit apapun. Bukan sebuah gelar yang mengakhiri melainkan awal sebuah aksi perubahan. Oleh karena itu buku ini merupakan buku yang wajib dimiliki oleh seluruh aktivis mahasiswa.
Penulis: Fahrullah
Tidak ada komentar