Buku adalah salah satu teman pelarian, paling setia. Setiap kali patah hati, setiap saat ia selalu kubawa. Gramedia adalah tempat favorit untuk menyendiri, menghabiskan waktu, atau hanya sekedar pelipur lara ditemani dengan karya-karya penulis pilihan hati.
"Andai saja dia disini menemani membasuh luka melarungkan nestapa akibat patah hati, yang kesekian kali," gumamku dalam hati.Ruang-ruang imajinasiku terhenti sejenak setelah terdengar sebuah teriakan, yang sedari tadi memanggilku.
"Reza... sedirian aja, mana Titi? ujar Ayu salah satu sahabat lamaku.
"Hai, Ayu.. tumben lagi ada di Bandung. Libur semesteran ya...? tanyaku sambil menyalami tangan Ayu. Kami pun seperti sahabat lama yang baru 10 tahun bertemu. Aku dan Ayu duduk di tempatku yang sedari tadi membaca buku.
"Tahun kemarin gue lihat lo, update stori WA. Nah gue pastiin itu si Titi." Ayu meyakinkan argumentasinya. Karena setahu dia. Aku adalah orang yang tertutup perihal asmara.
"Oh Titi, udah enggak lagi yu," dengan santainya aku jawab singkat dan padat. Ayu pun sudah paham akan karakterku sedari kuliah dulu. Aku yang dingin dan pendiam.
Jangan lama-lama ingat umur, sambil mencubit badanku. Kadang aku juga kangen dengan masa-masa kuliah dulu. Aku, Ayu dan Titi adalah teman satu kampus. Ayu teman satu organisasi baik di internal maupun eksternal kampus. Dimana ada aku disitu ada Ayu. Karena komitmenku terhadap organisasi dan tidak mau merusak organisasi tanpa ada perasaan pada teman satu organisasi. Rasionalisasinya takut mengurangi semangat berorganisasi nantinya. Padahal kami berdua sudah saling mengenal satu sama lain, sudah tahu karakter masing-masing. Berbeda dengan Titi. Ia anti terhadap organisasi baginya hanya menghabiskan waktu saja.
Entah kenapa aku bisa jatuh hati pada Titi yang jelas-jelas tidak satu frekuensi. Waktu itu ada acara pembagian daging kurban di bulan haji (Idul Adha). Tidak ada angin dan tidak ada hujan. Titi melihat story WA ku dan ingin memasak daging. Kebetulan daging di acara komunitasku masih banyak, aku kebagian lumayan banyak. Maklum namanya juga lelaki hidup di tanah rantau jarang masak. Pikirku daripada daging ini tidak kumasak lebih baik aku kasih Titi yang jelas jago masak.
Semenjak itu aku inten berkomunikasi dengan Titi. Ternyata Titi sedang mempunyai masalah ibunya sakit, sedangkan waktu itu menjelang UAS. Maklum mahasiswa semester akhir banyak permasalahan administrasi yang harus diselesaikan. Aku sering main ke tempat Titi hanya sekedar mengerjakan tugas bareng atau pun ngobrol santai. Tumbuhlah benih-benih cinta diantara kita.
Tiba juga waktu yang dinanti beberapa mahasiswa dinyatakan lulus dalam sidang bulan depan akan melaksanakan wisuda. Aku adalah salah satu mahasiswa itu. Sebelum sidang aku ingat pesan dari Titi yang sangat romantis dan penuh cinta. Ia memberikan semangat denga ucapan manisnya. Tak lupa juga ia meminta maaf jika akhir-akhir ini susah berkomunikasi karena banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Aku pun memahami, selepas memberikan kecupan online masing-masing, pesan penuh cinta itu langsung membuatku dalam kobaran semangat menuju sidang skripsiku.
"Wooi... ditanya malah bengong," ujar Ayu sambil menyeruput es bobanya. Mungkin aku dan Titi sudah memilih jalan masing-masing. Jalan terbaik untuk saling mendewasakan menjalani hidup.
Kebetulan gue gak usah undang lo secara online karena udah ketemu sama lo langsung. Bulan depan gue dilamar sama Yosep. Kami berkomitmen untuk mengikrarkan janji suci itu. Jelegar, dag, dig, dug dueer. Yah, kirain Ayu datang sebagai penyembuh luka ternyata membawa kabar suka bagi ia dan kabar duka bagiku. Inilah bukan jodoh, gubrak.
Selamat ya Yu. Semoga bahagia sampai usia kalian menua bersama, hanya maut yang memisahkan.
Tidak ada komentar